Asal Mula Manusia
1.
Pengantar
Istilah “penciptan”
merupakan hal yang transendental terhadap kenyataan real. Penciptaan harus
diandaikan sebagai prinsip atau penyebab metaphysis. Penciptaan menjelaskan
asal, alasan dari semua kenyataan yang tercipta, dan menjelaskan alasan yang
terus-menerus memberi kualitas bagi sesuatu yang tidak ada menjadi ada.
Banyak mitologi-mitologi
mengenai penciptaan (terutama mengenai penciptaan manusia). Dalam setiap agama
terdapat pandangan dan kepercayaan tersendiri mengenai penciptaan manusia.
Bukan hanya dari sudut pandang agama, tetapi juga dari sudut pandang budaya,
negara atau bangsa serta sudut pandang lain. Di balik semua itu banyak sekali
perbedaan, tetapi tidak dapat dipungkiri secara garis besar ada kemiripan di
setiap mitologi tersebut. Dengan mudah orang dapat menjelaskan siapa atau apa
itu manusia, tetapi, tahukah kita sejak kapan manusia tercipta dan bagaimana
manusia itu diciptakan?
Kultur Batak Toba mengenal
kisah penciptaan. Kisah penciptaan itu berangkat dari dunia ilahi yang berbeda
dari manusia dan wujud yang tak terbatas. Ajaran penciptaan berbicara tentang
dimensi baru tentang sesuatu yang harus diandaikan sebagai sebab dan pendasaran
dari kenyataan real yang ada.
2.
Penciptaan Manusia Berdasarkan Kitab Suci
Kitab suci sebagai “buku iman”
dari umat kristiani memiliki pandangan tersendiri mengenai kisah terjadinya
atau kisah penciptaan manusia.
2.1
Ayat Kitab Suci
Kisah
penciptaan manusia berdasarkan Kitab Suci, dapat kita temukan dalam kitab
Kejadian 2:4b-25
Ketika Tuhan Allah menjadikan
bumi dan langit,-- belum ada semak apa pun di bumi, belum timbul
tumbuh-tumbuhan apa pun di padang, sebab Tuhan Allah belum menurunkan hujan ke
bumi, dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu; tetapi ada kabut naik
ke atas dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi itu,-- ketika itulah Tuhan
Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke
dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Selanjutnya Tuhan Allah membuat
taman di Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang
dibentuk-Nya itu. Lalu Tuhan Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi,
yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di
tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang
jahat.
Ada suatu sungai mengalir dari
Eden untuk membasahi taman itu, dan dari situ sungai itu terbagi menjadi empat
cabang. Yang pertama, namanya Pison, yakni yang mengalir mengelilingi seluruh
tanah Hawila, tempat emas ada. Dan emas dari negeri itu baik; di sana ada damar
bedolah dan batu krisopras. Nama sungai yang kedua ialah Gihon, yakni yang
mengalir mengelilingi seluruh tanah Kush. Nama sungai yang ketiga ialah Tigris,
yakni yang mengalir di sebelah timur Asyur. Dan sungai yang keempat ialah
Efrat.
Tuhan Allah mengambil manusia itu
dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman
itu. Lalu Tuhan Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon
dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan
tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada
hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."
Tuhan Allah berfirman:
"Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan
penolong baginya, yang sepadan dengan dia." Lalu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan
dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk
melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu
kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.
Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara
dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai
penolong yang sepadan dengan dia. Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur
nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya,
lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah
dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada
manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari
tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil
dari laki-laki." Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan
ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak
merasa malu.
2.2
Penjelasan Ayat Kitab Suci
Tidak
ada satupun kitab dalam perjanjian Lama, termasuk kitab Kejadian, yang dikarang
oleh atu orang pengarang. Melainkan tiap-tiap kitab terjadi dan tersusun dalam
proses yang sangat lama. Pelbagai cerita, pelbagai pengarang, pelbagai penyusun
digabungkan bersama-sama, sehingga kitab Kaejadian mendapat bentuknya yang
sekarang ini. Itulah sebabnya cerita-erita seringkali tidak sesuai dengan dan
selaras dalam semua seluk-beluk seperti yang semestinya dari sudut pandangan
kesenian mengarang.[1]
Kisah
penciptaan ini, dapat dibagi dalam beberapa pokok, antara lain:
Ayat
4b-7 Pembentukan
badan manusia yang dihidupkan dengan nafas kehidupan
Ayat
8-9 Pembangunan
taman Eden
Ayat
10-14 Keempat
sungai yang keluar dari taman Eden menghidupkan dunia yang lain
Ayat 15-17
Tugas, pemeliharaan dan perintah yang
diberikan Tuhan kepada manusia
Ayat
18-25 Pembentukn
perempuan yang diberikan kepada manusia
Menurut corak
kesusastraan, riwayat ini merupakan sebuah ‘cerita sebab’. Ayat kunci itu
terdapat dalam ayat 24: “SEBAB ITU …”.
3.
Penciptaan Manusia Berdasarkan Budaya (Batak Toba)
Mitologi orang Batak Toba
tentang penciptaan disebut mitos “Si Boru
Deak Parujur” (Tuan Putri Deak Parujar). Ia adalah seorang putri dari dewa Bataraguru, salah satu dari tiga anak
dewa yang tertinggi orang batak. Adapun nama dewa tertinggi orang batak bernama
Debata Mulajadi Na Bolon, dan ketiga
anaknya bernama Bataraguru, Soripada,
dan Balabulan.[2]
3.1
Sang Pencipta (Mula Jadi Na Bolon)
Kultur Batak meyakini
bahwa Mulajadi Na Bolon merupakan perwujudan yang Ilahi, yang tertinggi,
penyebab utama (causa prima),
penggerak utama (motor immotus) dan
yang tidak digerakkan.[3]
Mulajadi Na Bolon adalah yang mencipta segala sesuatu yang ada dalam Banua
Tonga. Mulajadi Na Bolon menciptakan semua yang ada di Banua Tonga dari
ketiadaan sebab tidak ada seorang pun yang mampu menciptakan dari ketiadaan
selain orang yang memiliki kuasa tertinggi dan penuh terhadap sesuatu. Dari
banyak literatur yang pernah saya baca, ada satu kesamaan yang diungkapkan para
ahli tentang tempat tinggal Mulajadi Na Bolon. Mulajadi Na Bolon berdiam di
Banua Ginjang, tetapi yang menjadi problematik adalah Banua Ginjang tidaklah
diciptakan oleh Mulajadi Na Bolon sebab Mulajadi Na Bolon sudah ada dari kekal
(bersifat transenden)[4].
Mulajadi Na Bolon
bukanlah batas waktu tetapi ia menguasai waktu, dia tidak mempunyai awal dan
akhir, dia berasal dari keabadian, dia telah ada sebelum ciptaan lain ada, dan
dia adalah pencipta. Kata “mula” dan
“jadi” memiliki arti “permulaan”. Kata “Na Bolon” berarti yang besar, yang
agung. Kata kerja untuk menerangkan proses penciptaan itu sendiri menggunakan
kata “manompa” atau “manjadihon” (artinya adalah mencipta. Manompa hanya diberi kepada subjek yang
tidak diciptakan lagi atau untuk Allah. Manompa berarti menciptakan sesuatu
yang dari ketiadaan menjadi ada). Kata ini berbeda dengan kata yang biasa untuk
menerangkan proses tindakan manusia yakni “paradehon”
dan “mambahen” [5].[6]
Debata Mula Jadi Na Bolon adalah awal dari semua yang ada. Dialah yang menciptakan
terang dan langit. Kemudian dia juga menciptakan seekor ayam yang diberi nama Hulambujati. Pada suatu hari Hulambujati bertelur tiga butir yang
ukurannya sangat besar. Sesuai pesan dari Debata
mula jadi na bolon, Hulambujati
mengerami telur tersebut dan setelah lewat dua belas bulan terjadi suatu
keajaiban. Dari telur yang pertama, keluar anak dewa yang pertama dan diberi
nama Bataraguru. Dari telur yang
kedua, juga keluar anak dewa dan diberi nama Debata Sori atau Soripada.
Dari telur yang ketiga, keluar juga anak dewa yang kemudian diberi nama Balabulan atau Raja Padoha.
Setelah para anak
dewa itu dewasa, Hulambujati merasa
risau karena tidak tahu apa yang harus diperbuat. Debata mula jadi na bolon memberikan sepotong bambu yang terdiri dari
tiga ruas. Kembali terjadi keajaiban dimana dari ruas-ruas bambu tersebut
keluarlah tiga anak perempuan. Setelah anak perempuan itu dewasa, mereka
diberikan kepada ketiga anak dewa dan menjadi istri dari para anak dewa. Setelah
menikh mereka memperoleh keturunan. Bataraguru
memperoleh seorang anak laki-laki dan enam orang anak perempuan. Dan anak
bungsunya adalah Si Boru Deak Parujur.
Soripada memiliki keturunan seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Balabulun pun memiliki keturunan,
seorang anak laki-laki bernama Raja
Odap-odap, dan seorang perempuan bernama Nan Bauraja.
Setelah sekian
lama, terjadi perjodohan tetapi Si Boru Deak Parujur menolah dan tidak mau
dinikahkan dengan Raja Odap-odap karena wajah dari Raja Odap-odap sangat jelek.
Segala alasan Si Boru Deak Parujur untuk menolak Raja Odap-odap mengakibatkan
Debata Mulajadi Na Bolon marah. Karena kemarahannya, Si Boru Deak Parujur
dilemparkan ke bumi atau Banua Tengah.
Yang ada di banua tengah hanya lah air, karena itu Si Boru Deak Parujur,
meminta sesuatu kepada Debata Na Bolon agar dapat diolahnya. Debata mulajadi na
bolon memberikan segenggam tanah padanya, yang kemudian diolah dan menjadi
sebuah lapangan yang begitu luas. Debata Mulajadi Na Bolon selalu membujuk Si
Boru Deak Parujur untuk kembali ke langit.
Kondisi tanah itu
adalah gundul dan gersang, sehingga tidak ada tempat berteduh. Si Boru Deak
Parujur meminta bibit pohon kepada debata mulajadi na bolon. Mendengar
permintaan tersebut, debata mulajadi na bolon memberikan berbagai bibit pohon
dan tanaman serta binatang-binatang. Setelah pohon-pohon tumbuh, dia membangun
rumah dan tempat dimana ia membangun rumah dinamai Sianjurmula-mula dan
rumahnya dinamai Batak.
Debata Mulajadi Na Bolon
sangat senang dengan apa yang dilakukan oleh Si Boru Deak Parujur, tetapi tetap
ingin mengawinkannya dengan Raja Odap-odap. Kemudian Debata Mulajadi Na Bolon menurunkan
Raja Odap-odap ke benua tengah atau bumi, dan menempatkannya agak jauh dari Si
Boru Deak Parujur. Pada suatu hari, si boru deak parujur berkeliling dan
bertemu dengan Raja Odap-odap, yang kemudian pergi tanpa berkata apa-apa. Si Boru Deak Parujur meminta
kepada Debata Mulajadi Na Bolon agar ia kembali ke banua atas. Debata Mulajadi
Na Bolon menolak permintaan tersebut, dan si Boru Deak Parujur menangis dan
mengnggap ini sebagai nasibnya.
Si Boru Deak
Parujur menikah dengan Raja Odap-odap dan mengandung serta melahirkan dua orang
anak kembar, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Yang laki-laki bernama Raja Ihatmanisia atau tuan mulanya. Yang
perempuan bernama Boru Itammanisia.
Raja Ihatmanisia adalah yang pertama dilahirkan di Banua tengah dan merekalah
yang disebut sebagai asal mula manusia.
...
Raja Ihatmanisia
dan Boru Itammaisia terpaksa tinggal di benua tengah untuk memeliharanya. Tiba
saatnya merekapun kawin, yaitu perkawinan incest,
dan memperoleh tiga orang anak. Raja Miokmiok, Raja Patundalnibegu, dan Raja
Ajilampaslampas. Raja miokmiok memiliki anak yang disebut dengan Engbanua.
Kemudian Engbanua memiliki anak yang diberi nama Raja Bonangbonang. Raja
bonongbonang memiliki anak yang bernama Tantandebata. Dan Tantandebata memiliki
anak yang diberi nama Raja Batak, dan dialah yang diakui sebagai nenek moyang
suku Batak.
3.3
Tafsir atas
Penciptaan
Salah satu unsur
paling umum dari kebudayaan-kebudayaan primitif adalah adanya kepercayaan
terhadap para dewa langit. Dewa-dewa tersebut memiliki karakter yang ditandai
dengan sifat langit yang luas di atas bumi. Langit berarti bersifat
transendensi, sesuatu yang tidak terbatas, berkuasa dan abadi serta penuh
dengan otoritas.[8]
4.
Perbandingan Konsep Penciptaan Dalam Budaya (Batak Toba)
dengan Kitab Suci
Allah
dalam agama-agama wahyu diyakini sebagai pencipta segala sesuatu, termasuk alam
semesta. Allah merupakan prinsip tertinggi dan absolut yang mengatur segala
sesuatu di alam semesta. Demikian juga dalam kultur Batak, Mulajadi Na Bolon
diyakini sebagai pencipta segala sesuatu termasuk alam semesta dan dia pulalah
mengatur segala ciptaannya. Di samping keyakinan itu ada beberapa persamaan dan
perbedaan yang terdapat dalam kisah penciptaan ini, seperti: awal mula
terjadinya penciptaan atau tujuan penciptaan, setelah penciptaan apa yang
dilakukan oleh Allah, apakah penciptaan Allah sudah selesai atau tidak, dan apa
tugas ciptaan setelah diciptakan oleh Allah.
Penciptaan
adalah sesuatu yang unik. Penciptaan berarti Allah memberi daya eksistensi
sebagai kualitas dan karenanya sesuatu yang keluar dari ketidak-ada-an menjadi
bernilai dan bermanfaat. Dia tidak membutuhkan suatu instrumen untuk
menciptakan. Hasil ciptaannya bukanlah proses dari ciptaan yang terlebih
dahulu. Allah menciptakan semua ciptaan-Nya dan semuanya itu berbeda dengan Dia
sebagai pencipta. Bukan hanya itu, semua ciptaan pun unik dan berbeda. Manusia
sebagai salah satu ciptaan mempunyai ketergantungan yang intens dengan Allah.
Ketergantungan ini dipahami sebagai suatu yang menjadikan manusia besar di
antara makhluk lain. Artinya dengan itu ia mampu merefleksikan penciptanya
melebihi ciptaan lain. Dengan menyadari diri sebagai makhluk ciptaan berarti
dengan sendirinya menyadari eksistensi diri sebagai individu atau ciptaan yang
bergantung kepada-Nya.[9]
Dalam Kitab Suci dikatakan bahwa
manusia adalah gambar Allah”. Gambar Allah berarti ia adalah representasi Allah
yang lebih memungkinkan dari ciptaan lain, seperti binatang ataupun
tumbuh-tumbuhan. Gambar Allah tidak berarti manusia menguasai ciptaan lain,
tetapi manusia menjadi pelayan dalam keterarahan dunia kepada Allah. Penciptaan
adalah tindakan pertama Allah dalam sejarah keselamatan. Allah menciptakan
manusia, sebagai awal sejarah pergaulan-Nya dengan manusia. Manusia diposisikan
sebagai taman dialog. Penciptaan bukan semata-mata sesuatu yang terjadi pada
masa lalu, sudah selesai, dan lewat. Tuhan menciptakan dunia dan manusia karena
kebaikannya, bukan untuk kebahagiaan-Nya.
Kisah
penciptaan menjawab dari mana manusia datang, ke mana manusia akan pergi, untuk
apa manusia hidup, dari mana segala sesuatu ada dan ke mana arahnya. Dunia
diciptakan demi kemuliaan Allah, bukan untuk menambah kemuliaannya, tetapi
untuk mewartakan dan menyampaikan
kemuliaan-Nya (KGK no. 293).
Dalam
pandangan Budaya Batak, manusia berasal dari anak dua orang dewa (si boru Deak
Parujur dan Raja Odap-odap) yang mendapat hukuman dan diturunkan dari langit
(benua atas). Tidak ada keinginan atau perencanaan
awal untuk menciptakan manusia. Manusia diciptakan diluar dari rencana.
Dalam pandangan
dan mitologi orang batak, penciptaan tanah atau bumi atau banua tonga tidak
semata-mata dari kehendak Allah tetapi diciptakan dari sosok seorang dewa yang
mendapat hukuman. Allah menjadi pemberi bahan utama dari bumi (yakni tanah) dan
Si Boru Deak Parujur menjadi tokoh utama pengada bumi. Sangat berbeda dengan
pandangan agama Katolik yang mengatakan allah menciptakan Bumi dari ketiadaan
dan Allah menjadi satu-satunya tokoh atau pencipta.
Budaya Batak
Toba memiliki kesamaan dengan Agama Katolik, bahwa setelah manusia itu berada
di bumi (atau benua tengah), mereka diharuskan merawat dan memelihara bumi dan
segala isinya. Mereka diberikan tugas yang tidak mudah serta masih memelihara
hukuman untuk hidup ‘bersusah-payah’ akibat dari kesalahan manusia pertama.
5.
Kesimpulan
Sesudah menyimak proses penciptaan yang terjadi dalam
budaya Batak Toba dan juga proses penciptaan dalam Agama Katolik, nampak ada
perbedaan yang dasariah. Budaya Batak Toba memasukkan penciptaan dunia sebagai
hasil dari yang tidak direncanakan, yakni dari usaha penghindaran Si Boru Deang
Parujar dari perjodohan sedangkan dalam Gereja Katolik penciptaan dunia dilihat
sebagai perencanaan dan kehendak baik Allah yang menciptakan dari ketiadaan.
Dalam
kultur Batak Toba, dunia transenden diakui sebagai realitas tertinggi dan itu
dinamakan Allah. Konsep Allah ini baru muncul setelah perjumpaan budaya Batak
dengan Kristen.[10]Paham
Allah dalam Katolik diterjemahkan dengan “Debata
Mulajadi Na Bolon”. Konsep “Debata Mulajadi Na Bolon” untuk orang Batak
Toba selalu dalam rumusan iman Katolik. Agama dan budaya baru berkembang saat
manusia mencoba mencari dasar eksistensi dirinya. Pencarian dasar eksistensi
diri itu pada akhirnya sampai pada yang ilahi, diyakini sebagai sesuatu yang
absolut dan menguasai prinsip tertinggi realitas alam semesta, serta yang
bersifat transendental. Yang Ilahi itu tidak dikenal namun dapat dirasakan
kekuatan-Nya dan Dia dikenal lewat wahyu serta pengalaman perjumpaan manusia
secara eksistensial dalam hidup.[11]
Masuknya
agama-agama wahyu ke dalam budaya Batak melahirkan gerakan dan dinamika keagamaan. Agama kultural semakin
tertinggal dan banyak penduduk Batak menerima ajaran Kristen serta
menghayatinya dalam perjalanan hidupnya di dunia. Bahkan, nilai-nilai kultural
yang ada, sudah diperbarui dengan hadirnya agama-agama wahyu, namun bukan
berarti nilai-nilai kultur itu sama sekali hilang ditelan agama-agama wahyu.
Dengan hadirnya agama-agama wahyu pastilah muncul berbagai pandangan, baik dari
agama kultur maupun agama-agama wahyu itu sendiri. Peralihan pandangan itu
tidak serta-merta menghilangkan semua konsep dari Agama kultur Batak Toba. Salah
satunya adalah konsep penciptaan itu. Konsep penciptaan tersebut justru menjadi
pintu masuk agama lain pada kultur Batak Toba karena konsep penciptaan dalam
kultur Batak Toba tidak menjawab kebenaran yang sesungguhnya. Inilah peluang
dalam pewartaan Injil di tanah Batak. Gereja melihat hal ini, mempelajarinya,
memasukinya dalam apa yang disebut dengan inkulturasi.
[1]
Tafsir hlm. 52
[1]
Saut HM. Silitonga, Manusia Batak Toba:
Analisis Filosofis tentang Esensi dan Aktualisasi Dirinya ( : MGU, 2010 ),
hlm. 32.
[1]
Anicetus B. Sinaga, Imamat Batak
Menyongsong Katolik, (Medan: Bina Media Perintis, 2007), hlm. 131.
[1] Dr.
Togar Nainggolan, Batak Toba Sejarah dan Transformasi Religi, (Medan; Bina
Media Perintis, 2012), hlm. 31.
[1]Paradehon atau mambahen adalah menyediakan sesuatu demi
kehidupan selanjutnya. Dalam konteks kisah penciptaan ini adalah menyediakan
tempat bagi manusia untuk bertindak.
[1] Anicetus B. Sinaga, TheToba-Batak Hit God: Transcendence
and Immanence, (Jerman: anthropos institut, 1981), hlm. 49.
[1] Saut HM , hlm. 32-44
[1] Saut HM , hlm. 44
[1] Dr. G. Kirchberger
SVD, Pandangan Kristen tentang Dunia dan
Manusia, (Flores: Nusa Indah, 1986), hlm. 169.
[1]Edwin M. Loeb, Sumatra History and…, hlm. 75.
[1] Victor I. Tanja, M.
Th., Ph. D., Spiritualitas, Pluralitas...,
hlm 28.
[2]
Saut HM. Silitonga, Manusia Batak Toba:
Analisis Filosofis tentang Esensi dan Aktualisasi Dirinya ( : MGU, 2010 ),
hlm. 32.
[4] Dr.
Togar Nainggolan, Batak Toba Sejarah dan Transformasi Religi, (Medan; Bina
Media Perintis, 2012), hlm. 31.
[6] Anicetus B. Sinaga, TheToba-Batak Hit God: Transcendence
and Immanence, (Jerman: anthropos institut, 1981), hlm. 49.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar