Minggu, 05 Juli 2015

Asal Mula Manusia

1.      Pengantar
Istilah “penciptan” merupakan hal yang transendental terhadap kenyataan real. Penciptaan harus diandaikan sebagai prinsip atau penyebab metaphysis. Penciptaan menjelaskan asal, alasan dari semua kenyataan yang tercipta, dan menjelaskan alasan yang terus-menerus memberi kualitas bagi sesuatu yang tidak ada menjadi ada.
Banyak mitologi-mitologi mengenai penciptaan (terutama mengenai penciptaan manusia). Dalam setiap agama terdapat pandangan dan kepercayaan tersendiri mengenai penciptaan manusia. Bukan hanya dari sudut pandang agama, tetapi juga dari sudut pandang budaya, negara atau bangsa serta sudut pandang lain. Di balik semua itu banyak sekali perbedaan, tetapi tidak dapat dipungkiri secara garis besar ada kemiripan di setiap mitologi tersebut. Dengan mudah orang dapat menjelaskan siapa atau apa itu manusia, tetapi, tahukah kita sejak kapan manusia tercipta dan bagaimana manusia itu diciptakan?
Kultur Batak Toba mengenal kisah penciptaan. Kisah penciptaan itu berangkat dari dunia ilahi yang berbeda dari manusia dan wujud yang tak terbatas. Ajaran penciptaan berbicara tentang dimensi baru tentang sesuatu yang harus diandaikan sebagai sebab dan pendasaran dari kenyataan real yang ada.



2.      Penciptaan Manusia Berdasarkan Kitab Suci
Kitab suci sebagai “buku iman” dari umat kristiani memiliki pandangan tersendiri mengenai kisah terjadinya atau kisah penciptaan manusia.

2.1        Ayat Kitab Suci
Kisah penciptaan manusia berdasarkan Kitab Suci, dapat kita temukan dalam kitab Kejadian 2:4b-25
Ketika Tuhan Allah menjadikan bumi dan langit,-- belum ada semak apa pun di bumi, belum timbul tumbuh-tumbuhan apa pun di padang, sebab Tuhan Allah belum menurunkan hujan ke bumi, dan belum ada orang untuk mengusahakan tanah itu; tetapi ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi itu,-- ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Selanjutnya Tuhan Allah membuat taman di Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu. Lalu Tuhan Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
Ada suatu sungai mengalir dari Eden untuk membasahi taman itu, dan dari situ sungai itu terbagi menjadi empat cabang. Yang pertama, namanya Pison, yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Hawila, tempat emas ada. Dan emas dari negeri itu baik; di sana ada damar bedolah dan batu krisopras. Nama sungai yang kedua ialah Gihon, yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Kush. Nama sungai yang ketiga ialah Tigris, yakni yang mengalir di sebelah timur Asyur. Dan sungai yang keempat ialah Efrat.
Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Lalu Tuhan Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."
Tuhan Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." Lalu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.

2.2        Penjelasan Ayat Kitab Suci
Tidak ada satupun kitab dalam perjanjian Lama, termasuk kitab Kejadian, yang dikarang oleh atu orang pengarang. Melainkan tiap-tiap kitab terjadi dan tersusun dalam proses yang sangat lama. Pelbagai cerita, pelbagai pengarang, pelbagai penyusun digabungkan bersama-sama, sehingga kitab Kaejadian mendapat bentuknya yang sekarang ini. Itulah sebabnya cerita-erita seringkali tidak sesuai dengan dan selaras dalam semua seluk-beluk seperti yang semestinya dari sudut pandangan kesenian mengarang.[1]
Kisah penciptaan ini, dapat dibagi dalam beberapa pokok, antara lain:
Ayat 4b-7    Pembentukan badan manusia yang dihidupkan dengan nafas kehidupan
Ayat 8-9       Pembangunan taman Eden
Ayat 10-14   Keempat sungai yang keluar dari taman Eden menghidupkan dunia yang lain
Ayat 15-17   Tugas, pemeliharaan dan perintah yang diberikan Tuhan kepada manusia
Ayat 18-25   Pembentukn perempuan yang diberikan kepada manusia
Menurut corak kesusastraan, riwayat ini merupakan sebuah ‘cerita sebab’. Ayat kunci itu terdapat dalam ayat 24: “SEBAB ITU …”.

3.      Penciptaan Manusia Berdasarkan Budaya (Batak Toba)
Mitologi orang Batak Toba tentang penciptaan disebut mitos “Si Boru Deak Parujur” (Tuan Putri Deak Parujar). Ia adalah seorang putri dari dewa Bataraguru, salah satu dari tiga anak dewa yang tertinggi orang batak. Adapun nama dewa tertinggi orang batak bernama Debata Mulajadi Na Bolon, dan ketiga anaknya bernama Bataraguru, Soripada, dan Balabulan.[2]

3.1        Sang Pencipta (Mula Jadi Na Bolon)
Kultur Batak meyakini bahwa Mulajadi Na Bolon merupakan perwujudan yang Ilahi, yang tertinggi, penyebab utama (causa prima), penggerak utama (motor immotus) dan yang tidak digerakkan.[3] Mulajadi Na Bolon adalah yang mencipta segala sesuatu yang ada dalam Banua Tonga. Mulajadi Na Bolon menciptakan semua yang ada di Banua Tonga dari ketiadaan sebab tidak ada seorang pun yang mampu menciptakan dari ketiadaan selain orang yang memiliki kuasa tertinggi dan penuh terhadap sesuatu. Dari banyak literatur yang pernah saya baca, ada satu kesamaan yang diungkapkan para ahli tentang tempat tinggal Mulajadi Na Bolon. Mulajadi Na Bolon berdiam di Banua Ginjang, tetapi yang menjadi problematik adalah Banua Ginjang tidaklah diciptakan oleh Mulajadi Na Bolon sebab Mulajadi Na Bolon sudah ada dari kekal (bersifat transenden)[4].
Mulajadi Na Bolon bukanlah batas waktu tetapi ia menguasai waktu, dia tidak mempunyai awal dan akhir, dia berasal dari keabadian, dia telah ada sebelum ciptaan lain ada, dan dia adalah pencipta. Kata “mula” dan “jadi” memiliki arti permulaan”. Kata “Na Bolon” berarti yang besar, yang agung. Kata kerja untuk menerangkan proses penciptaan itu sendiri menggunakan kata “manompa” atau “manjadihon” (artinya adalah mencipta. Manompa hanya diberi kepada subjek yang tidak diciptakan lagi atau untuk Allah. Manompa berarti menciptakan sesuatu yang dari ketiadaan menjadi ada). Kata ini berbeda dengan kata yang biasa untuk menerangkan proses tindakan manusia yakni “paradehon” dan “mambahen [5].[6]

3.2        Mitologi Penciptaan Manusia[7]
Debata Mula Jadi Na Bolon adalah awal dari semua yang ada. Dialah yang menciptakan terang dan langit. Kemudian dia juga menciptakan seekor ayam yang diberi nama Hulambujati. Pada suatu hari Hulambujati bertelur tiga butir yang ukurannya sangat besar. Sesuai pesan dari Debata mula jadi na bolon, Hulambujati mengerami telur tersebut dan setelah lewat dua belas bulan terjadi suatu keajaiban. Dari telur yang pertama, keluar anak dewa yang pertama dan diberi nama Bataraguru. Dari telur yang kedua, juga keluar anak dewa dan diberi nama Debata Sori atau Soripada. Dari telur yang ketiga, keluar juga anak dewa yang kemudian diberi nama Balabulan atau Raja Padoha.
Setelah para anak dewa itu dewasa, Hulambujati merasa risau karena tidak tahu apa yang harus diperbuat. Debata mula jadi na bolon memberikan sepotong bambu yang terdiri dari tiga ruas. Kembali terjadi keajaiban dimana dari ruas-ruas bambu tersebut keluarlah tiga anak perempuan. Setelah anak perempuan itu dewasa, mereka diberikan kepada ketiga anak dewa dan menjadi istri dari para anak dewa. Setelah menikh mereka memperoleh keturunan. Bataraguru memperoleh seorang anak laki-laki dan enam orang anak perempuan. Dan anak bungsunya adalah Si Boru Deak Parujur. Soripada memiliki keturunan seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Balabulun pun memiliki keturunan, seorang anak laki-laki bernama Raja Odap-odap, dan seorang perempuan bernama Nan Bauraja.
Setelah sekian lama, terjadi perjodohan tetapi Si Boru Deak Parujur menolah dan tidak mau dinikahkan dengan Raja Odap-odap karena wajah dari Raja Odap-odap sangat jelek. Segala alasan Si Boru Deak Parujur untuk menolak Raja Odap-odap mengakibatkan Debata Mulajadi Na Bolon marah. Karena kemarahannya, Si Boru Deak Parujur dilemparkan ke bumi atau Banua Tengah. Yang ada di banua tengah hanya lah air, karena itu Si Boru Deak Parujur, meminta sesuatu kepada Debata Na Bolon agar dapat diolahnya. Debata mulajadi na bolon memberikan segenggam tanah padanya, yang kemudian diolah dan menjadi sebuah lapangan yang begitu luas. Debata Mulajadi Na Bolon selalu membujuk Si Boru Deak Parujur untuk kembali ke langit.
Kondisi tanah itu adalah gundul dan gersang, sehingga tidak ada tempat berteduh. Si Boru Deak Parujur meminta bibit pohon kepada debata mulajadi na bolon. Mendengar permintaan tersebut, debata mulajadi na bolon memberikan berbagai bibit pohon dan tanaman serta binatang-binatang. Setelah pohon-pohon tumbuh, dia membangun rumah dan tempat dimana ia membangun rumah dinamai Sianjurmula-mula dan rumahnya dinamai Batak.
Debata Mulajadi Na Bolon sangat senang dengan apa yang dilakukan oleh Si Boru Deak Parujur, tetapi tetap ingin mengawinkannya dengan Raja Odap-odap. Kemudian Debata Mulajadi Na Bolon menurunkan Raja Odap-odap ke benua tengah atau bumi, dan menempatkannya agak jauh dari Si Boru Deak Parujur. Pada suatu hari, si boru deak parujur berkeliling dan bertemu dengan Raja Odap-odap, yang kemudian pergi tanpa berkata apa-apa. Si Boru Deak Parujur meminta kepada Debata Mulajadi Na Bolon agar ia kembali ke banua atas. Debata Mulajadi Na Bolon menolak permintaan tersebut, dan si Boru Deak Parujur menangis dan mengnggap ini sebagai nasibnya.
Si Boru Deak Parujur menikah dengan Raja Odap-odap dan mengandung serta melahirkan dua orang anak kembar, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Yang laki-laki bernama Raja Ihatmanisia atau tuan mulanya. Yang perempuan bernama Boru Itammanisia. Raja Ihatmanisia adalah yang pertama dilahirkan di Banua tengah dan merekalah yang disebut sebagai asal mula manusia.
...
Raja Ihatmanisia dan Boru Itammaisia terpaksa tinggal di benua tengah untuk memeliharanya. Tiba saatnya merekapun kawin, yaitu perkawinan incest, dan memperoleh tiga orang anak. Raja Miokmiok, Raja Patundalnibegu, dan Raja Ajilampaslampas. Raja miokmiok memiliki anak yang disebut dengan Engbanua. Kemudian Engbanua memiliki anak yang diberi nama Raja Bonangbonang. Raja bonongbonang memiliki anak yang bernama Tantandebata. Dan Tantandebata memiliki anak yang diberi nama Raja Batak, dan dialah yang diakui sebagai nenek moyang suku Batak.

3.3        Tafsir atas Penciptaan
Salah satu unsur paling umum dari kebudayaan-kebudayaan primitif adalah adanya kepercayaan terhadap para dewa langit. Dewa-dewa tersebut memiliki karakter yang ditandai dengan sifat langit yang luas di atas bumi. Langit berarti bersifat transendensi, sesuatu yang tidak terbatas, berkuasa dan abadi serta penuh dengan otoritas.[8]

4.      Perbandingan Konsep Penciptaan Dalam Budaya (Batak Toba) dengan Kitab Suci
Allah dalam agama-agama wahyu diyakini sebagai pencipta segala sesuatu, termasuk alam semesta. Allah merupakan prinsip tertinggi dan absolut yang mengatur segala sesuatu di alam semesta. Demikian juga dalam kultur Batak, Mulajadi Na Bolon diyakini sebagai pencipta segala sesuatu termasuk alam semesta dan dia pulalah mengatur segala ciptaannya. Di samping keyakinan itu ada beberapa persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam kisah penciptaan ini, seperti: awal mula terjadinya penciptaan atau tujuan penciptaan, setelah penciptaan apa yang dilakukan oleh Allah, apakah penciptaan Allah sudah selesai atau tidak, dan apa tugas ciptaan setelah diciptakan oleh Allah.
Penciptaan adalah sesuatu yang unik. Penciptaan berarti Allah memberi daya eksistensi sebagai kualitas dan karenanya sesuatu yang keluar dari ketidak-ada-an menjadi bernilai dan bermanfaat. Dia tidak membutuhkan suatu instrumen untuk menciptakan. Hasil ciptaannya bukanlah proses dari ciptaan yang terlebih dahulu. Allah menciptakan semua ciptaan-Nya dan semuanya itu berbeda dengan Dia sebagai pencipta. Bukan hanya itu, semua ciptaan pun unik dan berbeda. Manusia sebagai salah satu ciptaan mempunyai ketergantungan yang intens dengan Allah. Ketergantungan ini dipahami sebagai suatu yang menjadikan manusia besar di antara makhluk lain. Artinya dengan itu ia mampu merefleksikan penciptanya melebihi ciptaan lain. Dengan menyadari diri sebagai makhluk ciptaan berarti dengan sendirinya menyadari eksistensi diri sebagai individu atau ciptaan yang bergantung kepada-Nya.[9]
            Dalam Kitab Suci dikatakan bahwa manusia adalah gambar Allah”. Gambar Allah berarti ia adalah representasi Allah yang lebih memungkinkan dari ciptaan lain, seperti binatang ataupun tumbuh-tumbuhan. Gambar Allah tidak berarti manusia menguasai ciptaan lain, tetapi manusia menjadi pelayan dalam keterarahan dunia kepada Allah. Penciptaan adalah tindakan pertama Allah dalam sejarah keselamatan. Allah menciptakan manusia, sebagai awal sejarah pergaulan-Nya dengan manusia. Manusia diposisikan sebagai taman dialog. Penciptaan bukan semata-mata sesuatu yang terjadi pada masa lalu, sudah selesai, dan lewat. Tuhan menciptakan dunia dan manusia karena kebaikannya, bukan untuk kebahagiaan-Nya.
Kisah penciptaan menjawab dari mana manusia datang, ke mana manusia akan pergi, untuk apa manusia hidup, dari mana segala sesuatu ada dan ke mana arahnya. Dunia diciptakan demi kemuliaan Allah, bukan untuk menambah kemuliaannya, tetapi untuk mewartakan  dan menyampaikan kemuliaan-Nya (KGK no. 293).
Dalam pandangan Budaya Batak, manusia berasal dari anak dua orang dewa (si boru Deak Parujur dan Raja Odap-odap) yang mendapat hukuman dan diturunkan dari langit (benua atas). Tidak ada keinginan atau perencanaan awal untuk menciptakan manusia. Manusia diciptakan diluar dari rencana.
Dalam pandangan dan mitologi orang batak, penciptaan tanah atau bumi atau banua tonga tidak semata-mata dari kehendak Allah tetapi diciptakan dari sosok seorang dewa yang mendapat hukuman. Allah menjadi pemberi bahan utama dari bumi (yakni tanah) dan Si Boru Deak Parujur menjadi tokoh utama pengada bumi. Sangat berbeda dengan pandangan agama Katolik yang mengatakan allah menciptakan Bumi dari ketiadaan dan Allah menjadi satu-satunya tokoh atau pencipta.
Budaya Batak Toba memiliki kesamaan dengan Agama Katolik, bahwa setelah manusia itu berada di bumi (atau benua tengah), mereka diharuskan merawat dan memelihara bumi dan segala isinya. Mereka diberikan tugas yang tidak mudah serta masih memelihara hukuman untuk hidup ‘bersusah-payah’ akibat dari kesalahan manusia pertama.


5.      Kesimpulan
Sesudah menyimak proses penciptaan yang terjadi dalam budaya Batak Toba dan juga proses penciptaan dalam Agama Katolik, nampak ada perbedaan yang dasariah. Budaya Batak Toba memasukkan penciptaan dunia sebagai hasil dari yang tidak direncanakan, yakni dari usaha penghindaran Si Boru Deang Parujar dari perjodohan sedangkan dalam Gereja Katolik penciptaan dunia dilihat sebagai perencanaan dan kehendak baik Allah yang menciptakan dari ketiadaan.
Dalam kultur Batak Toba, dunia transenden diakui sebagai realitas tertinggi dan itu dinamakan Allah. Konsep Allah ini baru muncul setelah perjumpaan budaya Batak dengan Kristen.[10]Paham Allah dalam Katolik diterjemahkan dengan “Debata Mulajadi Na Bolon”. Konsep “Debata Mulajadi Na Bolon” untuk orang Batak Toba selalu dalam rumusan iman Katolik. Agama dan budaya baru berkembang saat manusia mencoba mencari dasar eksistensi dirinya. Pencarian dasar eksistensi diri itu pada akhirnya sampai pada yang ilahi, diyakini sebagai sesuatu yang absolut dan menguasai prinsip tertinggi realitas alam semesta, serta yang bersifat transendental. Yang Ilahi itu tidak dikenal namun dapat dirasakan kekuatan-Nya dan Dia dikenal lewat wahyu serta pengalaman perjumpaan manusia secara eksistensial  dalam hidup.[11]
Masuknya agama-agama wahyu ke dalam budaya Batak melahirkan gerakan dan  dinamika keagamaan. Agama kultural semakin tertinggal dan banyak penduduk Batak menerima ajaran Kristen serta menghayatinya dalam perjalanan hidupnya di dunia. Bahkan, nilai-nilai kultural yang ada, sudah diperbarui dengan hadirnya agama-agama wahyu, namun bukan berarti nilai-nilai kultur itu sama sekali hilang ditelan agama-agama wahyu. Dengan hadirnya agama-agama wahyu pastilah muncul berbagai pandangan, baik dari agama kultur maupun agama-agama wahyu itu sendiri. Peralihan pandangan itu tidak serta-merta menghilangkan semua konsep dari Agama kultur Batak Toba. Salah satunya adalah konsep penciptaan itu. Konsep penciptaan tersebut justru menjadi pintu masuk agama lain pada kultur Batak Toba karena konsep penciptaan dalam kultur Batak Toba tidak menjawab kebenaran yang sesungguhnya. Inilah peluang dalam pewartaan Injil di tanah Batak. Gereja melihat hal ini, mempelajarinya, memasukinya dalam apa yang disebut dengan inkulturasi.






[1] Tafsir hlm. 52
[1] Saut HM. Silitonga, Manusia Batak Toba: Analisis Filosofis tentang Esensi dan Aktualisasi Dirinya ( : MGU, 2010 ), hlm. 32.
                [1] Anicetus B. Sinaga, Imamat Batak Menyongsong Katolik, (Medan: Bina Media Perintis, 2007), hlm. 131.
[1] Dr. Togar Nainggolan, Batak Toba Sejarah  dan Transformasi Religi, (Medan; Bina Media Perintis, 2012), hlm. 31.
                [1]Paradehon atau mambahen adalah menyediakan sesuatu demi kehidupan selanjutnya. Dalam konteks kisah penciptaan ini adalah menyediakan tempat bagi manusia untuk bertindak.
[1] Anicetus B. Sinaga, TheToba-Batak Hit God: Transcendence and Immanence, (Jerman: anthropos institut, 1981), hlm. 49.
[1] Saut HM , hlm. 32-44
[1] Saut HM , hlm. 44
                [1] Dr. G. Kirchberger SVD, Pandangan Kristen tentang Dunia dan Manusia, (Flores: Nusa Indah, 1986), hlm. 169.

                [1]Edwin M. Loeb, Sumatra History and…, hlm. 75.
                [1] Victor I. Tanja, M. Th., Ph. D., Spiritualitas, Pluralitas..., hlm 28.




[1] Tafsir hlm. 52
[2] Saut HM. Silitonga, Manusia Batak Toba: Analisis Filosofis tentang Esensi dan Aktualisasi Dirinya ( : MGU, 2010 ), hlm. 32.
                [3] Anicetus B. Sinaga, Imamat Batak Menyongsong Katolik, (Medan: Bina Media Perintis, 2007), hlm. 131.
[4] Dr. Togar Nainggolan, Batak Toba Sejarah  dan Transformasi Religi, (Medan; Bina Media Perintis, 2012), hlm. 31.
                [5]Paradehon atau mambahen adalah menyediakan sesuatu demi kehidupan selanjutnya. Dalam konteks kisah penciptaan ini adalah menyediakan tempat bagi manusia untuk bertindak.
[6] Anicetus B. Sinaga, TheToba-Batak Hit God: Transcendence and Immanence, (Jerman: anthropos institut, 1981), hlm. 49.
[7] Saut HM , hlm. 32-44
[8] Saut HM , hlm. 44
                [9] Dr. G. Kirchberger SVD, Pandangan Kristen tentang Dunia dan Manusia, (Flores: Nusa Indah, 1986), hlm. 169.

                [10]Edwin M. Loeb, Sumatra History and…, hlm. 75.
                [11] Victor I. Tanja, M. Th., Ph. D., Spiritualitas, Pluralitas..., hlm 28.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar