PERBANDINGAN
KISAH PENCIPTAAN DALAM KEBATINAN JAWA
DENGAN
KITAB
KEJADIAN 1:1-2:4A
1.
Pendahuluan
Setiap orang bertanya
tentang adanya, begitulah kata para filsuf.Orang bertanya tentang darimana asal
dunia?bagaimana proses penciptaan? Kapan manusia dicipta?Siapa yang mencipta?
Rasa ingin tahu itu dijawab dengan beragam cara dalam tiap budaya. Dari dalam
tiap-tiap budaya terkandung kekayaan sendiri.Oleh karena itu kami merasa
penting untuk mengetahui konsep itu dalam budaya Jawa. Maka dengan tulisan ini kami membahas kisah penciptaan
dalam tradisi kebatinan Jawa sekaligus sebagai bandingan atas kisah penciptaan
dalam Kitab Suci Perjanjian Lama (Kej1:1-2:4a).
2.
Kisah
Penciptaan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama
2.1. Allah Menciptakan Lagit dan Bumi
serta Isinya (Kej 1:1-2:4a)
Pada
mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.Bumi belum berbentuk dan kosong;
gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas
permukaan air. Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu
jadi.Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu
dari gelap.Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam.Jadilah
petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.Berfirmanlah Allah: "Jadilah
cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air."Maka Allah
menjadikan cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu dari
air yang ada di atasnya. Dan jadilah demikian.Lalu Allah menamai cakrawala itu
langit.Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kedua.Berfirmanlah Allah:
"Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul pada satu tempat,
sehingga kelihatan yang kering." Dan jadilah demikian.Lalu Allah menamai
yang kering itu darat, dan kumpulan air itu dinamai-Nya laut.Allah melihat
bahwa semuanya itu baik. Berfirmanlah Allah: "Hendaklah tanah menumbuhkan
tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan
yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi."
Dan jadilah demikian.Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis
tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan
buah yang berbiji.Allah melihat bahwa semuanya itu baik.Jadilah petang dan
jadilah pagi, itulah hari ketiga. Berfirmanlah Allah: "Jadilah benda-benda
penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda
penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari
dan tahun-tahun,dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda itu
menerangi bumi."Dan jadilah demikian.Maka Allah menjadikan kedua benda
penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk menguasai siang dan yang
lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga bintang-bintang.Allah
menaruh semuanya itu di cakrawala untuk menerangi bumi, dan untuk menguasai
siang dan malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap.Allah melihat bahwa
semuanya itu baik.Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keempat.
Berfirmanlah Allah: "Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang hidup,
dan hendaklah burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala." Maka
Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk
hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, dan segala jenis burung yang
bersayap.Allah melihat bahwa semuanya itu baik. Lalu Allah memberkati semuanya
itu, firman-Nya: "Berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta
penuhilah air dalam laut, dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak.
Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kelima. Berfirmanlah Allah:
"Hendaklah bumi mengeluarkan segala jenis makhluk yang hidup, ternak dan
binatang melata dan segala jenis binatang liar." Dan jadilah
demikian.Allah menjadikan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak
dan segala jenis binatang melata di muka bumi.Allah melihat bahwa semuanya itu
baik. Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar
dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung
di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata
yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut
gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan
diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada
mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara
dan atas segala binatang yang merayap di bumi. Berfirmanlah Allah:
"Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di
seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi
makananmu. Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan
segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan
hijau menjadi makanannya."Dan jadilah demikian.Maka Allah melihat segala
yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.Jadilah petang dan jadilah pagi,
itulah hari keenam.Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya.
Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya
itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah
dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya,
karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah
dibuat-Nya itu Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan.
Ketika TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit
2.2.
Komentar
atas Teks
“Pada
mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej1:1). Kejadian
1:1 ini mengungkapkan ide bahwa Allah adalah pencipta dari ketiadaan.Ide ini
sering disebut creation ex nihilo.Ayat
ini secara jelas menjawab pertanyaan tentang asal-usul alam semesta.Allahlah
pencipta dan asal mula segala sesuatu.[1]
“Bumi
belum berbentuk dan masih kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh
Allah melayang-layang di atas permukaan air.”(Kej1:1-2).
Suasana yang digambarkan adalah suasana khaos.[2].
Tindakan
Pertama (Kej1:3-5)
Berfirmanlah
Allah; “Jadilah terang.”Lalu terang itu jadi.Ayat ini
member gambaran kepada kita betapa berkuasanya Allah.Sabda-Nya sungguh
berdaya.Apa yang disabdakanmenjadi nyata.Kata terang berlawanan dengan gelap.Terang
diperlukan supaya bisa melihat.Kata terang
oleh para ahli dan teolog sering dikaitkan dengan Enuma Elish.Tuhan berkata, “Jadilah terang”, terang sebagai ciptaan
pertama, secara alami memberi kesan gejala permulaan, Nampak di beberapa
kosmogonis, tetapi ini tidak mengungkapkan apa yang diketahui dalam legenda
bangsa Babylonia. Pencipta diidentikiasikan dengan elemen utama dari kosmos,
dan antitesis dari cahaya dan kegelapan didramatisasikan dengan konflik antara
dewa dan monster kekacaubalauan.Ucapan “Baik” sebagai persetujuan tidak diberikan kepada
kegelapan mengungkapkan perbedaan dari karya Tuhan dengan ketidakteraturan yang
merupakan bagian dari kegelapan.
Tuhan menamainya, dengan memberi nama menunjukkan bahwa sesuatu itu menjadi
ada, dalam pemikiran bangsa Babylonia “surga tidak memiliki nama”, ini berarti
bahwa surga tidaklah eksis. Ketika Allah menamai itu siang dan malam, Ia telah
melakukan hakNya sebagai Tuhan yang mulia, dalam bahasa ibrani “menamai” sama
dengan memanggil. Dengan memanggil terang, Allah memperkerjakan siang sebagai
abdiNya, demikian juga dengan malam. Sehingga mereka berdua menjadi abdi yang
bekerja kepada Allah.[3]
Tindakan ke dua (Kej1: 6-8)
Berfirmanlah Allah:
"Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari
air"(Kej1:6).“Cakrawala”, merupakan penopang air di atas langit dan
penyangga langit.Cakrawala kerap para digambarkan seperti sebuah mankok yang
terbalikmirip dengan kaca.Perintah yang kedua adalah keberadan cakrawala, yang
berfungsi untuk memisahkan air yang diatas dan air yang di bawah[4]. Diatasnya
terdapat air yang dapat turun menjadi hujan melalui jendela atau pintu, yang terbuka atau tertutup sesuai atas
kehendakNya. Ide ini secara umum
memisahkan dengan keras antara langit dan bumi.Mungkin ini mau menambahkan
maksud dari “Langit”.Dalam kisah
penciptaan cakrawala ini Allah menciptakan langsung tanpa perantaraan sabdaNya,
berbeda dengan ciptaan lain yang terjadi dengan perantaraan sabda, seolah olah
ada pertentangan disini namun perlu disadari bahwa melalui kisah ini ingin
disampaikan bahwa kadang Allah begitu dekat dan kadang begitu jauh.[5]
Tindakan ke Tiga (Kej1:9-13)
Berfirmanlah Allah: "Hendaklah segala air yang di bawah langit berkumpul
pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering."Allah menata air yang
ada di bawah cakerawala.Kemudian memisahkan air dari tanah.Tanah menjadi subjek
pertumbuhan bagi segala tumbukan yang ada di bumi.Pekerjaan Ketiga: Tuhan
memisahkan daratan dari air.Pada mulanya samudera tidak berpantai, sekarang
menempatkan kembali pada keadaan / bentuk saat ini.Pada awalnya bumi ditutupi
oleh air, tetapi pikiran ini tidak konsisten dengan ide dari campuran lumpur
bumi dan air sebagaimana dikesankan pada umumnya.Selanjutnya dari sisa-sisa
dari ketakteraturan yaitu air dibawah.Namun pada intinya daratan dan laut
dipisahkan.Seluruh kekuatan, daya penghidup yang ada pada tanah berada di bawah
firman Tuhan.[6]
Penciptaan Tumbuhan:
Berfirmanlah Allah: "Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda,
tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan
buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi." Penciptaan bumi
pada hari yang sama, diikuti dengan munculnya tumbuh-tumbuhan hidup. Bumi dalam
pemikiran kuno dipandang sebagai ibu yang melahirkan[7]. Sebab dalam bumi sendiri diberkati dengan kekuatan
menghasilkan atau menumbuhkan tanaman berbeda dengan ciptaan lain karena
tanaman tidak memiliki napas [8]. Sebab tumbuhan
tidaklah langsung berhubungan dengan Tuhan, melainkan berhubunga dengan tanah yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, dan
pada akhirnya tumbuhanpun akan kembali ke dalam tanah.[9]Nampak disini untuk memasukkan semua tanaman dalam
tingkat pertumbuhan yang sederhana, bukan rumput, perdu dan pohon melainkan
hanya dua jenis.Pemisahan itu dadasarkan pada metode reproduksi yaitu hanya
yang berbiji dan buah yang menghasilkan biji. Ciptaan Allah adalah asli dan
bukan suatu jiplakan.Allah yang maha besar menghargai keistimeaan tiap-tiap
ciptaannya.[10]
Hari keempat: Penciptaan benda-benda bercahaya di langit.
Sebuah paralel dengan penciptaan hari pertama.Disini hanya dijelaskan
penciptaan matahari dan bulan, dan bintang sebagai tambahan.Pada masa itu
bangsa Israel dikeliling oleh bangsa-bangsa yang menyembah berbagai macam
bintang yang ada di angkasa.[11]Ini adalah kenyataan religious bagaimanapun ini sangat
agung, karena tanda pemikiran Ibrani dari penyembahan berhala dengan ide
bintang kepada monotheisme yang murni.Dunia kuno dan bangsa Babylonia pada
khususnya, memandang benda langit sebagai mahluk hidup.Dan mereka yakin bahwa
mereka dihimpun atau diidetikkan dengan dewa-dewa.Israel dan para imam-imamnya
senantiasa mengawasi kepercayaan dan ajaran mereka, dan menolak penyembahan
bintang dalam bentuk apapun juga.Mereka juga menolak kedewaan matahari, bulan
dan bintang.[12]
Hari kelima: Allah
menciptakan mahkluk di air dan burung di udara.
Pada saat ini bumi dipandang sebagai tempat tinggal bagi mahkluk
hidup.Segala kondisi yang mendukung sudah diberikan.Pada hari kelima dimulai
penciptaan mahkluk hidup.[13]Berkeriapan,
menunjukkan ketidakteraturan kehidupan di laut dan udara begitu melimapah dan
tak terbilang banyaknya.Untuk pertama kali disebutkan tentang mahkluk yang hidup
(nephes) yang sangat penting, dalam kepecayaan Ibrani kuno tumbuhan bukanlah
mahkluk hidup, sebab tidak memiliki nephes.Pengarang mulai menyadari bahwa
kehidupan berawal dari air, dan kelas burung tidak begitu jauh dari kelas ikan.
Dalam ayat 22 Allah memberikan kepad mahkluk hidup itu kemampuan untuk mencipta
atau berkembang biak.[14]Dalam peristiwa ini ingin diungkapkan mengenai hubungan dari dua bentuk berbeda, satu
ciptaan berada di bawah ciptaan lain. Diduga dua sumber pekerjaan yang berbeda
telah digabungkan supaya dibawa pada keseluruhan di dalam skema penciptaan hari
keenam.
Penciptaan
binatang di dalam air menurut perjanjian lama, nampak pertama di atas bumi.Di
dalam air diciptakan binatang air kemungkinan ini berkaitan dengan mitologi
dari monster laut yang melegenda yaitu Tiamat. Penafsiran mitologi berkaitan
dengan tradisi eksegetik Ibrani
Tuhan
memberkati mereka, ini bertentangan
dengan tumbuhan yang menghasilkan kekuatan, dan yang termasuk dalam
ciptaan. Mahluk hidup diberkati dengan hak dan pemisahan yang bebeda dengan
tindakan pemberkatan.Sedangkan tumbuhan tidak.Pembedaan ini alami.
Hari
keenam: Hewan darat diciptakan dan dilanjutkan dengan penciptaan manusia.
Disini sebuah istilah umum bagi binatang darat,
dibatasi dengan apa yang mendahului mahkluk hidup yang tumbuh dari bumi.
Binatang yang lebih tinggi derajatnya dan manusia diciptakan pada hari
tarakhir.[15]Dengan
kisah ini hendak dinyatakan bahwa manusia dan keturunanya dan segala yang
berkaitan dengan kebutuhan hidupnya sehari-hari ternyata tidak begitu jauh
berbeda dengan binatang yang derajatnya lebih tinggi.[16]Binatang
liar dihubungkan dengan bumi sebagai dasar dari hidup, dan dari ikatan ciptaan
ini menerima hidup dan kematian[17].
Alam hewan sungguh langsung berkaitan dengan bumi atau dengan kata lain,
binatang sepenuhnya adalah termasuk dari alam. Binatang-binantang tidak
memiliku hubungan langsung dengan Allah.Sebab bumi memiliki daya untuk
memencarkan kehidupan.[18]
Klasifikasi dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu : binatang liar, binatang jinak dan reptil termasuk
serangga yang merayap agaknya pengelompokaan ini nampak pada log batu yang
ditemukan di Babylonia, ternak di ladang, binatang liar dan ciptaan dari kota.
Tuhan mengatakan bahwa semuanya adalah baik, ungkapan ini membedakan secara
khusus dari semua pekerjaan dari penciptaan manusia, yang terjadi pada hari yang
sama, ketidakhadiran dari berkat merupakan sesuatu yang mengherankan, tetapi
itu spekulasi yang tak berarti.
Sebagai sebuah cerita
ini mendekati sebuah akhir.Keistimewaan khusus dari karya pada hari
terakhir.Manusia merupakan tujuan dan mahkota dari segala mahkluk.Penciptaan
manusia sungguh diasingkan dari penciptaan sebelumnya. “marilah Kita membuat
manusia…”, banyak penjelasan ingin mengungkapkan penjelasan bahwa Tuhan disini
adalah sebuah sidang agung dengan ciptaan ilahi, seperti malaikat dan yang lainnya,
Tuhan tidak sendiri. Ini bertentangan dengan doktrin kitab suci dan juga tidak
disinggung dalam tradisi P, dimanapun juga.Mungkin tradisi ini sudah ada sejak
jaman pra Israel, dimana paham politheisme masih ditemukan.Dalam tradisi ini
ingin ditekankan sisi anthrophomorpis dari Allah.Kata “kita” disini merupakan
suatu kata jamak kehormatan (pluralis mayestaticus).[19]
Ide umum dalam
keserupaan / kemiripan manusia dengan
Allah, banyak ditemukan dalam literature klasik, dan kadang-kadang istilah ini
sering sekali dipakai.Kata serupa / secitra ini sebenarnya adalah kata asing
dalam agama Yahudi.Ide ini ditemukan dalam secara khusus dalam tradisi P.
Adam (bersama-sama),
oleh karena itu tidak pernah digunakan dalam bentuk plural (kolektif), sebab
secara harafiah kata adam berarti kemanusiaan. Dalam hal ini terkandung
pengertian kesatuan manusia, meskipun hal itu tidak dititkberatkan.Meskipun
antara manusia dan hewan ada banyak kemiripan, namun manusia dicipta menurut
gambar dan citra Allah yaitu memiliki pikiran, bakat dan sewatak dengan Allah.[20]Manusia
adalah gambaran Allah yang seluruhnya ditiru menurut asalnya.
Manusia diberi
kekuasaan dan kedudukan atas alam semesta, hal ini berarti bahwa manusia
memiliki tugas untuk memelihara dan
menjaga alam ciptaan ini. Kekuasaannya tahkluk kepada Tuhan yang
memberikan kuasa itu.Keserupaan atau “imago dei” bukalah suatu sifat atau
keadaan yang immanent pada manusia, kedudukan ini diperolehnya berkat kaitannya
dengan Allah.Mengapa Allah menganugerahkan hal itu? Sebab Allah percaya kepaa
manusia, diluar hubungan kedekatan tersebut maka manusia tidak segambar dengan
Allah, sebuah cermin hanya dapat memantulkan cahaya jka ia diarahkan menuju
sumber cahaya itu, inilah analogi yang dapat dugunakan untuk menjelaskan “imago
Dei”.
Sebenarnya seorang
manusia terdiri dari unsure maskulin dan feminism.Keduanya menurut kesadaran
manusia ang adalah manusia sempurna.Dengan ini dihapus sebuah alam pemandangan
rendah, mengenai pembedaan perkelaminan yang ada di dunia ini.Perkelaminan adalah
karunia Allah. Seperti pemerintahan manusia atas semesta dicerminkan sebagai
pemerintahan Allah, demikian pula persekutuan Allah dengan manusia dipantulkan
oleh persekutuan antara laku-laki dan perempuan[21]
3.
Kisah
Penciptaan Menurut Mitologi Jawa
3.1.Kisah Penciptaan
Tuhan menciptakan alam dan
segala isinya dari tiada menjadi ada karena kehendakNya ( creatio ex nihilo). Penciptaan dalam tradisi Jawa dinyatakan dalam delapan dalil seperti yang termuat
dalam Serat Wirid. Dalil pertama
berbicara mengenaiIngsung yaitu yang keka, hakekat zat yang Maha Suci. Pada dalil yang ketigadilakukan penciptaan manusia. Manusia dicipta dari empat anasir:
bumi, api, angin dan air, yang menjadi wujud sifatTuhan, di dalamnyaada lima hal yaitu: nur, roh, rasa, nafsu, budi. Dalam Dalil ketiga ini dikatakan adanya
hubungan yang sangat dekat antara Allah dan manusia. Allah
menciptakan manusia dari tanah dan meniupkan rohNya ke dalam manusia. Manusia diberi nama Adam. Dalil yang laintentang teori emanasi bahwa semua mengalir dari tuhan.
Dalam Serat Sasangka Djati,buku Gumelaring Dumadi, mirip dengan
yang termuat dalam Serat Wiriddiceritakan
bahwa Ia menciptakan segala hal yang ada dari empat anasir, yakni: air, api,
tanah, dan udara, segala
sesuatu
diciptakan oleh Gusti. Yang pertama diciptakan adalah alam semesta. Setelah itu diciptakan manusia,
tumbuhan, hewandan dewa-dewi.[22]
Secara ringkas, proses penciptaan
adalah sebagai berikut: Tuhan sudah ada, sebelum ada alam
semesta, Sebelum menciptakan duniahendak menurunkan Roh Suci, Cahaya Tuhan. Tetapi
karena belum ada tempat untuk manusia, hal ini menyebakan kehendaknya terhenti.
Lalu Tuhan menciptakan dunia, melalui Sukma Sejati, sebagai tempat untuk Roh Suci. Pertama-tama
diciptakan keempat anasir, yakni angin, air, tanah dan api. Pertama adalah
angin dan api. Api terbagi menjadi dua, sebagian disebut matahari dan lainnya
adalah api yang ada di bawah. Kedua bagian api tadi saling mempengaruhi dan
diliputi oleh angin. Setelah angin dan api tercipta, Tuhan mencipta air. Air terletak
di atas dan di bawah dan diliputi juga oleh angin. Ketiga unsur tadi saling
mempengaruhi dan akhirnya terciptalah tanah. Tanah pada mulanya melayang-layang
di angkasa dan lama kelamaan berkumpul seperti awan dan jatuh ke dalam air. percampuran
air dan tanah ini lama-kelamaan semakin tebal dan padat karena disinari oleh
matahari. Inilah yang menjadi dunia kita sekarang.[23]
Setelah
dunia tercipta maka Tuhan menciptakan manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan dan
makhluk-makhluk
lain. Manusia merupakan ciptaan tertinggi, karena ia berasal
dari keempat anasir dan Roh Suci.[24]Manusia diciptakan setelah penciptaan
semesta, agak berbeda dengan Kitab Suci. binatang tercipta
dari Roh Suci yang hanya diberi tiga macam unsur, yakni: angin, api, dan tanah. Bila ciptaan itu mati,
maka Roh Suci akan kembali bersatu dengan Tuhan, sedangkan badannya akan
kembali kepada ketiga unsur pembentuknya. Tumbuhan berasal bukan dari Roh Suci,
namun dari daya dunia besar ketika dunia ada. Ia tercipta dari air dan tanah
yang dipengaruhi oleh angin dan api. Makhluk halus juga tidak mempunyai Roh
Suci dan Suksma Sejati. Jiwanya tercipta dari kekuasaan Tuhan atau bayangan
Suksma Kawekas. Jadi jiwa tumbuh-tumbuhan dan makhluk halus tidak kekal.[25]
4.
Perbandingan Antara Kisah Penciptaan
dalam Kebatinan Jawa dengan Kisah Penciptaan dalam Kitab Suci
Ada
bebarapa persamaan yang terkandung dari kedua kisah penciptaan dalam kebatinan
jawa dan dalam Kitab suci, yaitu:Dalam proses penciptaan, keduanya sama-sama
mengisahkan bahwa ciptaan pertama ialah alam semesta atau dunia dan kemudian
disusul ciptaan-ciptaan yang lain yang menempati dunia tersebut. Sedangkan
manusia di ciptakan pada urutan terakhir.Manusia sebagai ciptaan tertinggi Manusia
adalah inti dai segala yang diciptakan Allah. Manusia adalah ciptaan tertinggi
dari ciptaan lain. Dalam hal ini, manusia disebutkan mempunyai unsur ciptaan
yang paling sempurna dibandingkan dengan ciptaan lain, yaitu mempunyai ke empat
anasir: air, tanah, udara dan api. Selain itu manusia juga mempunyai kekuatan
nalar yang tidak dimiliki mahluk lain. Sama halnya dengan kisah penciptaan
dalam Kitab Suci, bahwa manusia diciptakan sungguh baik adanya. Manusia dicipta
segambar dengan dan mempunyai nilai
kesempurnaan sebagai ciptaan dibandingkan ciptaan lain. Kedua kisah ini sama-sama
ingin menunjukkan bahwa segala sesuatu tidak akan ada tanpa kehendak Allah.
Kedua kisah ini ingin menunjukkan bagaimana kemahakuasaan Allah yng mengatasi
segala yang ada, yaitu segala ciptaan-Nya. Allah menjadi tokoh sentral dalam
proses penciptaan. Kedua kisah ini sama-sama menunjukkan bahwa sebelum Allah
memulai karya ciptaan-Nya, seluruh jagad raya ini kosong. Maka kedua kisah ini
sebenarnya igin menunjukkan bahwa Allah mencipta dari ketiadaan. Allah membuat
dari yang tidak ada menjadi ada.
Perbedaan
yang terdapat dalam kedua kisah adalah sebagai berikut:Kisah penciptaan dalam
kebatinan jawa, Allah menciptakan segala sesuatu yang ada dari keempat anasir
yaitu tanah, air, udara dan api. Akan tetapi
hanya manusia yang mempunyai kelengkapan dari keempat anasir tersebut.
Sedangkan ciptaan lain hanya terdiri dari beberapa anasir. Dari pengertian ini,
sangat berbada dengan kisah yang ada dalam Kitab Suci. Manusia mendapat posisi kedua dalam proses
penciptaan. Hal tersebut berbeda dengan kitab suci yang menempatkan manusia
pada urutan terakhir. Di sana di ungkapkan bahwa, Allah dalam menciptakan segala
sesuatu hanya berdasarkan atas apa yang ia ucapkan. Artinya, dalam proses
penciptaan ini, Allah tidak menggunakan mediator lain. Tetapi, hanya dari apa
yang ia ucapkan maka segala yang Ia kehendaki terjadi. kisah penciptaan yang
terdapat dalam Kitab Suci dengan jelas dikatakan priode waktu dimana Allah
melakukan ciptaan. Berbeda dengan kisah dalam Kebatinan Jawa. Disana tidak
dikatakan kapan (hari) Allah melakukan proses ciptaaan. Yang terjadi hanyalah
urutan kejadian dari awal hingga akhir, yaitu dari dunia hingga manusia.dalam
Kej 1:2, dikatakan bahwa Roh Allah melayang-layang diatas air. Ayat pembuka
tersebut juga menceritakan bahwa sebelum tindkan kreatif Allah, dunia masih
merupakan suatu masa yang tidak berbentuk, seperti samudera raya yang
kacau-balau. Diatas permukaan air yang kacau itu, roh Allah mulai berkarya.
Akan tetapi kisah penciptaan dalam kebatinan Jawa justru menjelaskan hal yang
berbeda. Di sana dikatakan bahwa sebelum Alllah menciptakan dunia, Ia terlebih
dahulu menciptakan keempat anasir yang termasuk air didalamnya.
Proses penciptaan dalam
kebatinan Jawa seolah-olah menunjukkan bahwaada beberapa hal yang secara murni
tidak secara langsung tercipta oleh Allah. Misalnya, proses terjadinya tanah,
dikatakan bahwa proses terbentuknya tanah adalah hasil dari saling
mempengaruhinya antara air diatas dan dibawah yang diliputi oleh angin. Dari
sini jelas bahwa tanah terbentuk dari proses yang manual dan bukan secara
langsung dicipta Allah. Berbeda dengan kisah dalam Kitab Suci, di sana
dikatakan bahwa adanya tanah dihendaki Allah, terbentuklah tanah. Kisah
penciptaan dalam kebatinan Jawa mengisahkan bahwa setelah Allah menciptakan
dunia, kemudian Ia menciptakan mahluk hidup termasuk mahluk lain (malaikat,
dll). Tapi dalam Kitab Suci tidak dikatakan bahwa Allah menciptakan mahluk lain
(malaikat), tetapi hanya dikatakan bahwa sebelum bumi ada, Roh Allah
melayang-layang di atas air. (lih Kej 1:2). Dalam kebatinan Jawa, kisah
penciptaan dijelaskan secara lengkap berdasarkan unsur-unsur yang ada di
dalamnya. Misalnya, adanya panca indra dan keempat nafsu serta tiga daya kuasa
yang menjadi wujud kesempurnaan manusia. Akan tetapi dalam Kitab Suci, hanya
menggunakan istilah “gambar dan rupa”.
5.
Penutup
Kebudayaan
menjawab berbagai pertanyaan yang ada dalam benak manusia. Melalui mitos-mitos
dijelaskan asal-muasal dunia dan segala isinya. Kitab suci juga lahir dari
permenungan akan Allah yang dipengaruhi oleh budaya Israel dan orang-orang di
sekitarnya. Keingintahuan manusia untuk mengetahui penciptaan dunia memiliki
banyak versi. Masing-masing suku mempunyai jawaban tersendiri atas semua
pertanyaan tersebut. Kisah dalam masing-masing suku itu menghantar pada
pemahaman bahwa semua manusia ada yang mencipta. Pemahaman itu membawa manusia pada Yang Maha Kuasa. Baik
kitab suci maupun cerita dalam masing-masing budaya membawa orang pada yang
ilahi. Perbandingan antara budaya Jawa dan kitab suci ini saling mengoreksi dan
mengevaluasi. Yang benar dari masing-masing bisa dipakai untuk sampai pada
Allah.
Daftar Pustaka
Bergant, Dianne – Robert J. Karris
(ed.). Tafsir Alkitab Perjanjian Lama.Yogyakarta:
Kanisius, 2002.
Ciptoprawiro,
Abdulah. Filsafat Jawa: Manusia dalam
Tiga Dimensi Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Bidang Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, [tanpa
tahun].
Haryanto,S. Bayang-Bayang
Adhiluhung. Semarang: Dahara Prize, 1992.
Lempp,
Walter.Tafsiran Kedjadian, Jakarta:
Badan Penerbit Kristen, 1964.
Mertowardojo, R. Soenarto. Kitab Sasangkaning-Djati. Djakarta: Pagujuban Ngesti Tunggal, 1969.
Poedjawijanta,I. R.
Filsafat Sana-Sini. Yogyakarta:
Kanisius, 1975.
Simamora,
Serpulus. Pengantar ke dalam Pentateukh.Pematangsiantar:
STFT St. Yohanes, 2001. (Diktat).
von
Rad, Gerhard. Genesis: Old Testament
Library. London: SCM Press Ltd., 1972.
[1] Kebudayaan Jawa menyebut Allah
sebagai Sang Sangkan Paraning Dumadi,
artinya Allah adalah Asal dan Tujuan segala sesuatu.
[2]Khaos berarti kacau balau.
[3] Walter lempp, Tafsiran Kedjadian, (Jakarta: Badan
Penerbit Kristen, 1964), hal. 24.
[4]Gerhard von Rad, Genesis: Old Testament Library(London:
SCM Press Ltd., 1972), hlm.53.
[5]Walter lempp, Tafsiran …, hlm.28-29.
[6]Walter lempp, Tafsiran …, hlm.31.
[7]Gerhard von Rad, Genesis:…,hlm. 55.
[8]Gerhard von Rad, Genesis:…,hlm.55.
[9]Walter lempp, Tafsiran …, hlm.31.
[10]Walter lempp, Tafsiran …, hlm.33.
[11]Walter lempp, Tafsiran …, hlm.39.
[12]Walter lempp, Tafsiran …, hlm.40.
[13]Gerhard von Rad, Genesis:…,hlm. 56.
[14]Walter lempp, Tafsiran …, hlm.45.
[15]Walter lempp, Tafsiran …, hlm.46.
[16]Walter lempp, Tafsiran …, hlm.46.
[17]Gerhard von Rad, Genesis:…,hlm.57.
[18]Walter lempp, Tafsiran …, hlm.47.
[19]Walter lempp, Tafsiran …, hlm.49.
[20]Walter lempp, Tafsiran …, hlm.50.
[22] R. Soenarto Mertowardojo, Kitab Sasangkaning-Djati, ( Djakarta:
Pagujuban Ngesti Tunggal, 1969), hlm. 40-61.
[23]R. Soenarto Mertowardojo, Kitab…, hlm. 40-42.
[24]R. Soenarto Mertowardojo, Kitab…, hlm. 43-47.
[25]R. Soenarto Mertowardojo, Kitab…, hlm. 57-61.